Guruku Panutanku

GurukuPanutankuAssalamu’laikum. . .!

Salam sahabat semuanya, semoga kita selalu dalam lindungan Allah swt.

Dikesempatan kali ini saya hendak berbagi bersama tema-teman semua, karena apa?, berbagi itu indah, mendatangkan berkah dan doa-doa.Untuk itu saya akan coba share tentang buku ‘GURUKU PANUTANKU’.

Kenapa harus nilai-nilai yang dibahas dan sangat penting, pada hal judulnya guruku panutanku?, karena dari hasil penelitian dalam bukunya Sigit Setyawan, disana membuktikan bahwa peserta didik meraih kesuksesannya lewat penanaman nilai-nilai, dan cara penanaman nilai dengan menggunakan landasan teori belajar  Kognitis Sosial.

Nilai-nilai itu luas, fleksibel dan relatif. Seperti yang dikatakan oleh kaum skeptisme, tergantung dari sudut mana anda memandang. Untuk itu agar terfokus dalam memahaminya, nilai-nilai yang dimaksud disini adalah Pandangan Hidup yang ada di dalam diri seseorang.

A. PENDAHULUAN

Guru adalah cahaya dalam kegelapan yang merenangi sudut-sudut alam, tidak ada orang yang tidak memahami siapa guru itu. Tumbuh kembangnya manusia, kearah mana dia akan berjalan, seperti apa pandangan hidupnya, bagaimana seseorang mencapai kesuksesan itu semua karena guru, jadi kecil kemungkinan seseorang tidak paham bagaimana sosok guru.

Sosoknya adalah usaha dalam memberi stimulus perubahan, untuk perubaha tingkah laku peserta didik setidaknya ada tiga hal, pertama karena dengan didikan, teladan, dan pendekatan yang dilakukan oleh guru. Dari itu jelas guru punya peran yang sangat besar dalam mengembangkan dan mengubah tingkahlaku yang dibimbing. Fungsi seorang guru tidak hanya mengembangkan pola koginitif, melainkan pola tingkahlaku ke arah yang lebih baik, sehingga dengan demikian peserta didik akan menemukan jati dirinya-menjadi pribadi yang utuh.

Untuk menghindari kesalahan pemahaman, nilai yang dimaksudkana adalah pandangan hidup yang ada di dalam diri seseorang, adapun skor yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari sebagai nilai maka disini akan dinamakan dengan skor untuk membedaka nilai sebagai pandangan hidup.

1. Guru dan Transfer Nila

    a. Cerita guru

Guru penyelamat ummat manusia menuju ke arah kebenaran sesuai tuntutan, karena itu guru dihujani dengan banyak ungkapan, diantaranya ‘Pahlawan tanpa jasa’, dalam bahasa jawa dikenal ‘digugu lan ditiru’, artinya digugu itu sama dengan perkataan yang layak dipercayai sedangkan ditiru sesuatu yang layak untuk diteladani, dalam bahasa indonesia sendiri ‘guru kencing berdiri, murid kencing beralari. Karena itu, mengandaikan pentingnya peran guru tidak hanya ditiru, melainkan juga improvisasi oleh para siswanya, tidak hanya mengitimasi perilaku melainkan mengembangkannya.

Seringin perkembangan zaman, disaat Indonesia merdeka pertama sekali yang tadi pandangan masyarakat terhadap guru tidak jauh beda negara memandangannya yang tertuang dalam undang-undangan No.4 Tahun 1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia.

Dalam pasal tersebut dijelaskan tentang sifat-sifat yang perlu siberikan dalam pendidkan dan pengajaran, lebih jelasnya dirumusakan dalam undang-undangan No.14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Negara merumuskan profil guru dalam pasal 10 bawa guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kepribdian, sosial, dan profesional.

Dengan dirumuskan fungsi dan tanggung jawab kedalam undang-undang oleh negara, maka terjadilah pergeseran nilai profesionalisme. Sejatinya ungkapan-ungkapan yang dihujani tadinya berbalik fungsi yaitu guru sibuk dengan persoalan teknis dan upaya pencapaian target, sehingga idealisme guru dalam mendidik. Yang dibicarakan mengenai kemampuan pedagogik, seperti rencana pengajaran, metode mengajar, dan mengevaluasi. Sedikit sekali penanaman nilai-nilai hidup.

Diatas sudah dicerita tentang pengaruh guru dalam mengubah nilai-nilai (Pandangan) hidup terkikis, samapi dengan mendidik hanya sebatas tugas dan tuntutan tanggung jawab yang diemban oleh negara. Maka dalam buku guruku panutukan akan dibahas tentang pengaruh guru terhadap diri siswa.

Presentation1Sepenting apakah kira-kira fungsi guru di era peserta didik yang melek dengan teknologi?, dalam hal ini J. Frand mengambarkan dimana generasi yang tidak disebutkan lagi bahwa komputer adalah teknologi (Frand, 2000). Informasi ada digengaman peserta didik, bisa dibaca kapan saja dimana saja. Guru bukan lagi sumber informasi dan pengetahuan. Peran sudah diganti oleh teknologi, kini kehadiran guru untuk mempengaruhi mereka dalam nilai-nilai tertentu.

b. Transfer nilai

Bagian ini merupakan yang terpenting untuk seorang pendidik, semakin besar pengaruh seorang guru menandakan akan semakin lebar peserta didik menajajaki langkahya untuk merebut kesuksesannya dengan semangat juang yang tinggi. Contohya siswa SMA yang melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, sebagian besarnya dipengaruh oleh guru.

Bukti nyata sigit setyawan telah melakukan survei terhadap siswa kelas XII, dia menemukan 46 siswa dari 83 siswa menyatakan terpengaruh oleh guru mereka. Dari 46 siswa tersebut dipengaruhi oleh 3 kategori besar.

  • Pengaruh dalam ilmu pengatahuan
  • Pengaruh dalam hal keterampilan
  • Pengaruh dalam hal nilai-nilai kehidupan yang dihayati

Benar, jika sigi sangat tertarik dibagian terakhir yaitu pengaruh dalam hal nilai-nilai kehidupan yang dihayati. Dalam kesempatan yang berbeda sigit juga mengatakan ada lima orang guru yang diwawancara secara mendalam. Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa sangat penting pengaruh guru dalam memberikan nilai-nilai kehidupan dalam rangka mencapai kesuksesan terhadap cita-citanya.

c. Minimnya studi tentang nilai

Seharusnya studi tentang pengaruh guru terhadap prestasi siswa bisa lebih diberikan perhatiannya oleh perguruan tinggi terhadap mahsiswa yang hendak melakukan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi), seperti yang dilakukan oleh Ari fatmawati (2009) dari universitas muhammadiyah surakarta ‘pengaruh keterampilan mengajar dan kepribadian guru terhadap prestasi belajar ekonomi pada siswa kelas IV SMP 1 Jatinom.

nHasil dari penelitian sebanyak 61,8% prestasi belajar dipengaruhi oleh keterampilan dan kepribadian guru, sigit sendiri mengatakan dia sangat tertarik untuk dikaji lebih mendalam lagi bagaimana guru mempengaruhi dan mengapa siswa bisa terpengaruh?

Teori atau kajian pustakan yang membahasa tentang transfer nilai di Indonesia kurang populer, di Australia pernah ditulis oleh Philip Huges, dia mengumpulkan guru-guru yang berepengaruh. Buku tersebut ditulis oleh pejabat publik atau yang telah menjadi tokoh.

Dalam buku Opnening Doors to the Future : Stories of Prominent Australians and the Influence of Teacher, Huges (2007). Dia menceritakan seorang guru yang sangat mempengaruhi dirinya, namanya Alison Smith. Waktu itu dia masih duduk dibangku sekolah dasar, suatu ketika smith tidak mengerjakan pekerjaan rumah.

Lalu ibunya dengan serius berkata ‘inikah yang terbaik yang dapat kamu lakukan?’, pertanya tersebut membuat dia terngiang dalam benaknya dan membuat dia melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Kiranya ada tujuh belas lain cerita yang tercatat namun alasan pengaruhya yang diberikan tersebut tidak dibahas didala buku tersebut. Mengapa di Indonesia kurang populer?, jawaban sementara adalah secara akal sehat dan sosio-budaya merupakan hal yang lazim terjadi.

Maka ada dua hal penting yang penulis kutip di dalam bab ini, pertama adalah menyangkut dengan nilai. Guru merupakan model dalam memberikan pengaruh nilai-nilai kehidupan sebagai langkah meraih kesuksesan peserta didik. Selanjutnya sangat disayangkan 2013 ke bawah, negara telah mengarahkan dan menghilangkan tupokasi (idealisme) seorang, untuk memberikan nilai-nilai terhadap siswa. Karena guru sibuk dengan mengajarkan sisi kognitif, mengajar sebatas kewajiban. Rasa syukur 2013 peta pendidikan mendapatkan pencerahan yaitu dengan diberlakukan K 13, walaupun belum begitu maksimal, akan tetapi perlu waktu untuk itu semua.

Sambungan

  B. TEORI KOGNITIF SOSISAL

Langkah untuk mempengaruhi siswa, seorang pendidik kiranya harus kuat dengan teori. Karena itu sigit mengatakan bahwa teori kognitif sosial yang tepat. Disini guru dijadikan model dan murid sebagai pengaruh melalui suatu proses (konsep modeling). Peran siswa sebagai pihak yang mengamati dan terpengaruh, dalam konteks ini siswa dianggap sebagai human agency. Adapun prosesnya bisa terjadi didalam kelas ataupun diluar, sigit sendiri dalam bukunya mengambil teori kognitif sosial Bandura untuk menjelaskan pengaruh-pengaruh guru sebagai model. Siapa bandura itu?

Biografi Singkat Albert Bandiura

Albert BanduraNama lengkapny adalah Albert Bandura lahir di Mundare, Kanda 4 Desember 1925, dia meraih gelar Ph.D pada tahun 1952 dari universitas lowa. Ia kemudian mengajar di universitas Standford. Pada tahun 2008, Bandura masih menjabat sebagai David Starr Jordan Professor of Social Science di fakultas psikologi universitas Stanford.

Ketika masih di lowa dia dipengaruhi oleh buku-buku social learning and limitation karya miller dan Dollard (1941) yang mendominasi literatur psikologi selama lebih dari dua dekade (Hergenhahn dan olson , 2008). Kemudia Bandura banyak menulis belajr imitatif pada tahun 1960-an dan dianggap sebagao teoritis dan priset utama dalam hal belajar observasional dan pengaruhnya terhadap perilaku imatasi.

Pada pertama kemunculan bukunya, social learning theory, Bandura menyebut teori sebagai teori belajar sosial. Namun dalam buku keduanya, Social Foundation of Thought, Bandura berpendapat bahwa istilah yang tepat untuk teorinya adalah teori kognitif sosial. Karena aktivitas belajar dipahami sebagai akuisi pengetahuan melalui pemrosesan informasi secara kognitif.

Bandura mengatakan, ‘In the interests of more fitting and separable labeling, the theoretical approach of this book is designated ad social cognitife theory’ (Bandura,1986). Didalam pengantarnya disebut, Bandura menjelaskan bahwa teori ini diperluas (expanded), direvisi (rivised), dan diperbaharui (update) dari social learning theory yang diterbitkan 1977 (Bandura, 1986).

Teori Kognitif Sosial Albert Bandura

Teori ini mendasari pada pembelajaran observasional, dimana siswa belajara dari hasil interaksi. Seorang anak belajar dari orang dewasa melalui pengamatan yang kemudia dilakukan imitasi (peniruan). Namun tidak semua ditimbulkan berupa tindakan dan perilaku, karena belajar berupa proses perolehan pengetahuan melalui pemrosesan informasi secara kognitif (Bandura, 1986).

Dari hasil interaksi antar manusia, individu akan menyimpan dalam bentuk kode didalam pikiranya. Kode itu dibagi dua visual dan verbal, semua yang tersimpan tidak langsung dipraktekan, akan di gunakan suatu hari nantinya (Gredler, 2005). Interkasi lain adalah dengan lingkungan.

Ketika siswa belajar dipengaruhi setidak-tidaknya oleh tiga hal, pertama orang (segi kognitif), lingkungan dan perilaku. Dalam hal ini bandura menyebut sebagai konsep resiprocal determinism. Tiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Oleh karena itu dalam teori kognitif sosial, hasil belajar tersebut belum tentu merupakan sebuah perilaku atau tindakan yang terlihat, tetapi dapat pula proses kognitif. Dengan kata lain berupa hal-hal yang dapat dilihat dan tidak. Seperti, cara berpikir, keyakinan, atau hal-hal lain.

Guru sebagai model

Dalam teori bandura jelas dikatakan bahwa belajar bisa lewat pengalaman langsung dan tidak, sedangkan belajar berdasarkan model itu kategori tidak langsung. Namun tidak semua model dapat dipelajari dan ditiru, namun orang akan melihat yang efektif serta mengabaikan model yang penampilannya atau reputasinya tidak bagus. Oleh sebab itu Bandura mengajukan beberapa konsep modeling berikut ini penulis sampaikan:

  • Abstrack Modeling

Pengamat mengamati model dan mengambil inti kaidah atau prinsip dari model. Yang diambil dari model ini adalah atribut yang relevan untuk diteladani, menginteraksi informasi ke dalam seperangkat aturan dan yang terakhir adalah menerapakannya dalam perilaku yang baru.

  • Creative Modeling

Usaha membuat model sendiri dari berdasrkan beberapa model yang telah diamati. Dalam kaitan ini Bandura menentang pendapat jika modeling menghilangkan inovasi, namun Bandura mengatakan bahwa dengan model ini justru melahirkan inovasi.

Tentunya dari model tersebut memberikan dampak terhadap pengamat, Bandura merumuskannya menjadi 4 hal:

  • Disinhibsi

Suatu tindakan berbahaya yang dilakukan oleh model namun tidak mengalami cidera, hal tersebut mereduksi rasa takut pada diri pengamat

  • Fasilitasi, Model melakukan sesuatu yang dapat memicu respond pengamat untuk melakukan hal yang sama
  • Stimulasi kreativitas

Pengatahuan lama dalam mengatasi masalah yang dimiliki oleh pengamat, pada tipe ini model berperan untuk memberikan yang lebih menjamin dan bentuknya nonkonvesional

  • Abstraksi

Untuk tipe yang terakhir ini pengamat hanya mengambil kaidah dan prinsip dari si model untuk pemecahan masalah, tanpa mengambil sebagai imitasi.

Maka dari semua itu fungsi utama dari modeling adalah memgantarakan informasi kepada pengamat. Adapun informasi tersebut akan disentesiskan oleh pengamat dalam pola-pola tertentu.

Siswa sebagai Human Agency

Pengaruh yang diberikan oleh modeling kepada pengamat tidak serta merta terpengaruh begitu saja, disini Bandura mengatakan sifat agen yang dimiliki oleh si pengamat yaitu biasanya yang dikenal dengan faktor internal seperi bakat, sistem kepercayaan, kemampuan mengatur diri sendiri, dan sturktur laun yang memengaruhi pribadi seseorang. Lain dari itu bisa juga nilai atau pandangan hidup, karena pikiran itu generatif, kreatif, proaktif, dan reflektif tidak sekedar reaktif (Bandura, 2001).

Kemampuan manusia sebagai agen ditentukan oleh kamampuan dasar kognitif sosialnya, dalam hal ini banduran mengurainya menjadi 6 bagian

  • Kemampuan menyimbulkan (symbolizing capability)

Melalui simbol manusia memeroses dan mengubah informasi yang diperoleh dari pengalaman menjadi model kognitif, dan melalui model kognitif akan dijadikan perilaku dikemudian hari

  • Kemampuan untuk mengantisipasi (Forethouht Capability)

Kemampuan ini didasari tidak serta merta karena pengaruh lingkungan malainkan juga peristiwa masa lalu, dan kemampuan seseorang memikirkan kedepan bukan karena tahu apa yang terjadi. Malainkan karena menghubungkan sebab-akibat sehingga muncullah antisipasi kognitif, yang berdampak pada tindakan saat ini.

  • Kemampuan untuk ikut merasakan (vicarious Capability)

Hal yang dirasakan bersama model juga dirasakan oleh pengamat, dalam tipe ini seseorang tidak perlu untuk ikut seperti model.

  • Kemampuan mengantur diri sendiri (Self-Regulatory Capability)

Ditentukan oleh motivasi internal, yang diadopsi oleh pengaruh orang lain dan lingkungannya. Yang diperoleh berdasarkan pengumpulan petunjuk-petunjuk secara kognitif dan pemberian insentif pada tindakan sendiri.

  • Kemampuan gabungan (Generatif Cability)

Salah satu kemampuan gabungan adalah perceived self-efficacy. Kemampuan ini Bandura menyebutkanya self-efficacy di bahas secara terpisah. Bagi bandura kemampuan ini diproduksi oleh seseorang dengan mengabungkan berbagai kemampuan.

Perceived Self-Efficacy adalah anggapan akan kapabilitas diri dalam mengorganisasikan dan menentukan tindakan yang perlu untuk mengatasi situasi tertentu. Tingkat keyakinan dengan pengabungan kemampuan berdasarkan penelitian menunjukan keberhasilan. Keyakinan tersebut melibatkan kemampuan mengintegrasi koginisi, kesadaran sosial, dan tindakan untuk mewujudkan maksud-maksud tertentu.

Prose Transfer Nilai Dalam Konteks Teori Kognitif Sosial Bandura

Model dan Human Agency bertemu dalam suatu kondis tertentu atau peristiwa untuk saling memperngaruhi, artinya disini adanya proses transfer nilai. Rangkaian proses terpengaruh seseorang itu ada empat tahapan

  • Proses memperhatikan, siswa sebelum berbuat terlebih dahulu memperhatikan modelnya
  • Proses mengingat, diingat berupa simbol dan kode-kode dalam memorinya
  • Proses produksi, tidak semua hal yang dilihat dapat diterapkan atau dilakukan berdasarkan tindakan, karena tidak semua siswa punya kemampuan motorik dan kognitif yang sama, tapi dari apa yang dilihat menjadi suatu gladi kognitif untuk menyamai model, jika waktunya telah tiba siswa akan mengubah konsep yang mereka pejari menjadi tindakan nyata.
  • Proses motivasional, proses ini menerjemahkan belajar sebagai suatu kinerja, Bandura berpendapat bahwa kemahiran harus dipisahkan dari hasil belajar. Dalam proses belajar obsrvasional tidak langsung memiliki dampak, dan untuk mengubah belajar menjadi kinerja, orang membutuhkan motivasi.

Sudah sangat jelas dari paparan diatas dimana teori kognitif sosial yang dikemukan oleh Bandura adalah bagian langkah untuk mentransfer nilai-nilai terhadap siswa. Sebutan untuk guru adalah model sedangkan siswa pengamat. Dari kedua unsur tersebut yang satu mempengaruhi satunya lagi terpengaruhi.

C. TEORI TENTANG NILAI

Ada banyak teori yang menjelasakan tentang nilai, dalam pembahasan ini penlulis coba ambil beberapa saja yang dianggap relevan.

Teori Nilai Max Scheler

Salah satu tokoh yang mengajukan tentang nilai adalah max scheler dengan lebih sitematis, max berpendapat bahwa manusia hidup dengan kesadaran akan nilai. Bagi Scheler nilai memiliki makna ‘material’, yaitu memiliki ‘isi’ atau ‘berisi’. Oleh karen itu nilai merupakan suatu kualitas yang tidak tergantung pada pembawaannya dan tidak berubah seiring dengan perubahan barang (Wahana, 2004)

Dalam teori Bandura orang memiliki nilai dan ditransfer ke Human Agency, maka bagi Human Agency nilai ditangkap sebagai suatu ‘material’ yang memiliki isi. Dalam hal ini konsep yang diajukan oleh Mac Scheler sangat tepat disandangkan dengan teori kognitif-sosial.

Max membedakan nilai dengan yang bernilai, contoh kejujuran. Kejujuran merupakan nilai sedangkan orang yang jujur bernilai. Maka bisa disimpulkan jujur itu sesuatu yang telah ada dinamakan dengan apriori, dan orang yang jujur adalah suatu aktivitas yang dapat diketahui berdasarkan pengalaman dan pengamatan dinamakan dengan aposteori. Oleh karena itu apa yang diamati pada diri guru dinamakan dengan nilai, sedangkan guru yang diamati dapat menjadi yang bernilai.

Dari sudut pandangan Scheler dapat ditangkap bahwa nilai bukan dengan pikiran, melainkan dengan suara perasaan intensional (Magnis-Suseno), yang di artikan dalam paham rasa (dalam bahasa jawa), yaitu sebuah keterbukaan hati dan budi dalam semua dimensi.

Keberadaan siswa dikelas dengan intensi untuk belajar dan menerima atau ditolak kehadiran guru. Dalam intensi diterima itulah perasaan intensional dari siswa merupakan faktor penting dalam transfer nilai. Dalam hal ini Scheler membagi nilai kedalam beberapa hierarki.

  • Nilai kesenangan, berkaitan dengan fungsi indrawi, yaitu rasa nikmat, sakit atau sedih. Tapi bisa dipastikan orang akan memilih yang menyenangkan dari pada susah
  • Nilai Kehidupan atau Nilai Vitalitas, nilai rasa terhadap kehidupan, mencakup yang luhur, lembut, biasa dan kasa. Nilai ini juga meliputi vitalitas, kesehatan, lemah, rasa mendekati kematian
  • Nilai Spritual, berbeda dengan spritualitas, yang dimaksudkan disini adalah nilai-nilai diluar badaniah atau yang berkaitan dengan diri seperti kesenangan dan kehidupan. Dan nilai ini berkaitan dengan estetika, benar-salah, adil-tidak adil
  • Nilai-nilai yang Kudus, nilai ini merupakan yang tertinggi yaitu menyangkut dengan nilai iman atau kepercayaan kepada tuhan, kagum, memuji atau menyembah (nilai-nilai regelius)
  • Nilai kegunaan, keguaan tergantung dari tujuan

Definisi dan Verivikasi Nilai

Sebenarnya Max Scheler melanjutkan prinsip nilai Kant. Adapun prinsip nilai berpendapat bahwa nilai merupakan sebuah kehendak baik, yaitu memenuhi hal-hal yang menjadi kewajiban berupa tindakan. Scheler dia merumuskan nilai sebagai etika, yaitu yang terlepas dari subjek pembawanya.

Memang sedikit rumit, nilai yang dimaksud oleh sigit dalam buku ini adalah pandangan hidup seperti yang sudah saya sampaikan diatas pada pendahuluan, Fokusnya adalah nilai sebuah ‘material’ yang ada dalam diri seseorang. Contohnya, jadwal masuk kuliah jam 13:30 wib, seseorang selalu datang tepat waktu atau ketika azan berkumandang dia menunaikan ibadahnya tepat waktu dan berjamaan. Maka bisa disimpulkan bahwa nilai itu sesuatu yang melekat pada diri seseorang atau materi yang miliki nilai, baik disadari ataupun tidak.

Menjadi guru yang ideal, dicintai oleh peserta didik bukanlah perkara yang gampang. Perlu keikhlasan dan usaha yang mendalam serta kemampu memahami tupoksi guru dengan mampan. INGAT anak sukses bukan dengan cara guru juga bukan karena peserta didik, tapi kerja samanyalah yang dibutuhkan. Namun nilai-nilai HIDUP adalah asupan pertama yang harus diberikan kepada peserta didik.

                                                                                                                     Salam Berkelimphan, Indahnya berbagi.

Tagged with: , ,
Posted in Pendidikan

Leave a comment